Produksi CPO Capai 46,88 Juta Ton, Simak Kinerja Industri Sawit Indonesia di 2021



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2021 merupakan tahun pemulihan dari pandemi Covid-19, sehingga permintaan impor minyak nabati cenderung naik. Namun demikian, produksi relatif stagnan karena berbagai faktor seperti cuaca, keterbatasan pupuk, dan kelangkaan tenaga kerja.

Untuk Indonesia, produksi Crude Palm Oil (CPO) di tahun 2021 mencapai 46,88 juta ton atau turun 0,31% dibanding capaian 2020 yang sebesar 47,03 juta ton.

"Faktor keterbatasan pupuk di tahun 2019 dan 2020 serta faktor cuaca diduga menjadi penyebab penurunan produksi di Indonesia," tulis Mukti Sardjono, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) dalam siaran pers di situs Gapki yang dikutip Kontan.co.id, Minggu (30/1).


Sementara itu, konsumsi minyak sawit dalam negeri di 2021 mencapai 18,42 juta ton ataunaik  6% dari konsumsi tahun 2020 sebesar 17,34 juta ton. Konsumsi untuk pangan naik 6%, oleokimia melonjak 25%, dan biodiesel naik 2% dari tahun 2020.

Konsistensi pemerintah Indonesia dengan penerapan program mandatori biodieselnya ikut mengurangi pasokan dan mempengaruhi pasar ekspor minyak nabati dunia.

Ekspor produk minyak sawit Indonesia 2021 yang mencakup CPO, olahan CPO, PKO, oleokomia (termasuk dengan kode HS 2905, 2915, 3401, dan 3823), dan biodiesel (kode HS 3826) mencapai 34,2 juta ton. Jumlah tersebut pun naik tipis 0,6% dari pencapaian ekspor 2020 sebesar 34 juta ton.

Baca Juga: Pemerintah Terapkan DMO dan DPO untuk Produsen Minyak Goreng

Rendahnya kenaikan ekspor disebabkan keterbatasan pasokan, harga yang tinggi, dan makin kecilnya perbedaan harga minyak sawit dengan minyak nabati lainnya terutama minyak kedelai.

Secara bulanan, ekspor Indonesia di tahun 2021 sangat berfluktuasi. Pengaruh Covid-19 sangat besar terhadap permintaan minyak sawit dari negara pengimpor baik karena perubahan tingkat konsumsinya maupun karena regulasi pengetatan impor di beberapa negara.

Meski kenaikan volume ekspor tahun 2021 dari 2020 hanya 0,6%, nilai ekspor 2021 mencapai US$ 35 miliar. Realisasi itu melonjak 52% dibanding nilai ekspor tahun 2020 sebesar US$ 22,9 miliar (data BPS, nilai ekspor lemak dan minyak nabati kode HS 15 mencapai US$ 32,8 miliar).

Kenaikan nilai ekspor yang tinggi didukung oleh harga rata-rata di tahun 2021 yang mencapai US$ 1.194 per ton atau 67% lebih tinggi dibandingkan harga rata-rata 2020 sebesar US$ 715 per ton.

Harga minyak nabati pada Desember 2021 lebih tinggi dari harga pada Desember 2020 tetapi lebih rendah dari harga November 2021. Selama bulan Januari 2022, harga minyak nabati cenderung naik kembali.

"Fluktuasi harga ini disebabkan oleh banyaknya faktor ketidakpastian baik dari segi produksi maupun permintaan minyak nabati," ungkap Mukti.

Editor: Anna Suci Perwitasari