Prospek SUN dan obligasi korporasi menarik, porsi asing akan naik tahun ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memprediksi pasar surat utang korporasi di 2020 akan ramai dan memiliki prospek positif. Hal ini didukung berbagai sentimen positif, khususnya prospek ekonomi domestik.

Ekonom Pefindo Fikri C Permana mengungkapkan, sampai saat ini aliran dana asing yang masuk ke pasar surat utang tanah air masih sangat baik. Penopangnya, tentu karena selisih imbal hasil atau yield spread yang cukup jauh dengan US Treasury yakni berkisar 500 basis poin (bps).

Tingkat inflasi juga masih terjaga di level 2,72% per Desember 2019. Selain itu, sovereign rating investment grade Indonesia stabil, disertai pergerakan nilai tukar rupiah yang stabil terhadap dolar Amerika Serikat (AS).


Baca Juga: Junior global bond BTN oversubscribed sampai 12,3 kali

Kondisi tersebut dinilai Fikri bakal membuat pertumbuhan surat utang baik Surat Utang Negara (SUN) dan obligasi korporasi secara agregat tumbuh positif di 2020. Di samping itu, berbagai sentimen eksternal juga berpotensi menjadikan pasar surat utang Indonesia semakin menarik.

Hal ini dapat dilihat dari pergerakan harga minyak dunia yang mulai stabil seiring dengan melunaknya konflik geopolitik antara AS dan Iran yang sempat memanas di awal 2020. Di sisi lain, harga emas sempat menyentuh rekor tertinggi dan diprediksi bakal melanjutkan kenaikan dalam waktu dekat. 

"Tingginya harga emas sekaligus menunjukkan perilaku pengalihan risiko dari investor global. Kebanyakan lari ke emas, ketimbang JPY, USD maupun CHF lantaran tekanan masih tinggi karena kondisi politik," ungkap Fikri, Kamis (16/1).

Baca Juga: Penerbitan surat utang tahun 2019 meningkat 9%

Ditambah lagi, beberapa kebijakan bank sentral global seperti AS, Jepang, Eropa cenderung kooperatif dan mengindikasikan tren penurunan suku bunga masih akan berlanjut di 2020. Sedangkan untuk Bank of England (BoE) diperkirakan masih akan hawkish karena rencananya untuk keluar dari Uni Eropa bakal menghambat bank sentral untuk bersikap akomodatif.

Editor: Wahyu T.Rahmawati