Risiko komplikasi diabetes dengan Covid-19 sangat berbahaya



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Beberapa waktu lalu, seorang pasien Covid-19 di kota New York hampir meninggal dunia. Bukan karena virus mematikan paru-parunya, tetapi karena diabetes tipe 2 yang dideritanya mengamuk di luar kendali. 

Melansir Yahoo News, saat berada di unit Covid-19 di rumah sakit Kota New York, glukosa darah pasien yang berusia 74 tahun itu melonjak ke tingkat yang berbahaya. Fluktuasi glukosa darah menjadi lebih parah setelah dia dipulangkan.

“Itulah efek Covid-19,” kata Ruth Horowitz, MD, kepala divisi endokrinologi dan metabolisme di Greater Baltimore Medical Center, yang tidak terlibat dalam perawatan pasien tersebut.


Hidup dengan diabetes — penyakit di mana tubuh tidak memproses glukosa, atau gula, dari makanan dengan benar — selalu menjadi hal yang sangat rumit.

Baca Juga: Virus Covid-19 bisa sebabkan kelainan paru-paru pada pasien

Pada penderita diabetes tipe 1, sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang dan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Tanpa insulin, tubuh tidak dapat mengubah gula menjadi energi, yang menyebabkan penumpukan gula dalam darah. 

Pada diabetes tipe 2, pankreas tidak dapat membuat cukup insulin untuk memproses glukosa, atau tubuh menjadi tidak peka terhadap insulin yang diproduksi oleh pankreas. 

Meskipun penyebab tipe 1 dan tipe 2 berbeda, kedua penyakit cenderung memerlukan perubahan kebiasaan olahraga dan pola makan, sering menguji kadar glukosa darah, dan sering mengonsumsi insulin atau obat lain. Tanpa langkah-langkah tersebut, kadar glukosa darah yang tidak terkontrol dapat menyebabkan penyakit jantung, kerusakan saraf, kebutaan, penyakit ginjal, dan lainnya.

Baca Juga: Studi terbaru: Virus corona sebabkan kerusakan paru-paru tersembunyi

Kini, datangnya virus corona telah melipatgandakan tantangan tersebut. Akibatnya, mayoritas dari sekitar 34 juta orang Amerika yang menderita diabetes (sekitar 1 dari 10 orang) dan 88 juta penderita pradiabetes (sekitar 1 dari 3 orang dewasa) sekarang mungkin berjuang untuk hidup mereka dengan lebih dari satu cara.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie