KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan nilai tukar rupiah terus diuji ketahanannya terhadap dolar AS. Terlebih, naik turunnya sentimen global terus membawa pasangan kurs USD/IDR bergerak volatile dan diprediksi bakal berlangsung hingga akhir tahun. Mengutip Bloomberg, secara year to date (ytd) rupiah cenderung masih menguat terhadap dolar AS. Sejak 31 Desember 2019, rupiah tercatat menguat Rp 298 per dollar AS atau sekitar 2,07%, tepatnya dari Rp 14.390 per dollar AS, menjadi Rp 14.092 per dollar AS di Jumat (22/11). Meskipun begitu, jika dirunut dalam sepekan terakhir, rupiah cenderung tertekan atau melemah 0,10% dari 14.077 per Jumat (15/11) menjadi Rp 14.092 per Jumat (22/11).
Baca Juga: Ini pandangan para ekonom soal CAD dan NPI di akhir 2019 Ekonom Bank UOB Enrico Tanuwidjaja mengungkapkan, daya tahan rupiah cukup kuat dalam menghadapi berbagai sentimen yang terjadi di kuartal II-2019 dan di kuartal III-2019. "Bahkan, guncangan sentimen eksternal dari meningkatnya negosiasi perang dagang AS dan China, hanya membawa rupiah melemah ke level Rp 14.360 per dolar AS," jelas Enrico kepada Kontan, Minggu (24/11). Dalam waktu yang singkat, rupiah juga berhasil menguat ke level Rp 14.050 pada 10 September 2019. Penguatan tersebut, ditopang oleh tingginya arus masuk dana asing yang berkelanjutan lewat obligasi. Sayangnya, kembali memanasnya perkembangan negosiasi dagang antara AS dengan China membuat pasar kembali tidak menentu. Apalagi, dengan latar belakang kondisi ekonomi global yang cenderung memburuk, tidak bisa dijadikan alasan bagi rupiah menguat ke depan. Di sisi lain, Enrico menilai bahwa investor bakal cenderung mengurangi arus masuknya ke pasar Tanah Air, karena mengantisipasi risiko pelambatan ekonomi global yang kian dalam.