KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berbeda dengan emiten bank konvensional yang mayoritas mencatatkan kenaikan harga saham, bank digital justru kebalikannya. Emiten bank digital malah kompak berada di level merah sejak awal tahun 2024. PT Bank Neo Commerce Tbk (
BBYB) menjadi salah satu emiten bank digital yang terkoreksi paling dalam jika dilihat secara
year to date (YtD). Di mana, bank yang dikendalikan oleh Akulaku Silvrr Indonesia ini sudah terkoreksi hingga 37,61% YtD. Pada perdagangan awal pekan ini, BBYB melanjutkan koreksi harga sekitar 7,48% menjadi Rp 272 per saham. Di bulan Februari sendiri, BBYB hanya sempat menguat pada 6 Februari 2024 yang kala itu naik 3,25%.
Selanjutnya, ada PT Bank Amar Indonesia Tbk (
AMAR) yang mengalami koreksi 21,25% ytd. Namun, bank yang 12,93% sahamnya dimiliki Investree ini mengawali pekan ini dengan bertengger di zona hijau dengan naik 10,53% menjadi Rp 252 per saham.
Baca Juga: Masyarakat Lebih Banyak Ambil Opsi Penarikan KPR Untuk Beli Rumah Lebih baik sedikit, PT Bank Aladin Syariah (
BANK) mengalami koreksi sekitar 16,13% YtD menjadi Rp 1.040 per saham. Lalu, ada PT Bank Raya Indonesia Tbk (
AGRO) yang juga terkoreksi 14,19% YtD menjadi Rp 266 per saham. Sama terkoreksinya, PT Allo Bank Indonesia Tbk (
BBHI) juga turut kompak mengalami koreksi sejak awal tahun sebesar 12,4% YtD menjadi Rp 1.130 per saham. Padahal, bank milik CT Group ini telah melaporkan laba sepanjang 2023 naik 64,6% secara tahunan menjadi Rp 444,56 miliar. Terakhir, PT Bank Jago Tbk (
ARTO) menjadi bank digital yang tercatat mengalami koreksi lebih kecil sejak awal tahun dengan hanya turun 5,52% YtD menjadi Rp 2.740 per saham. Bank yang tergabung dalam ekosistem GOTO ini juga masih turun di awal perdagangan pekan ini sebanyak 7,43%.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus pun berpandangan jika berbicara bank digital tentu akan berbicara dengan ekosistem yang dibangun. Menurutnya, faktor itulah yang dirasa hilang dalam beberapa waktu terakhir. “Yang mendorong perkembangan dari sisi sistem dan peningkatan pengguna ya tentu saja ekosistemnya. Namun beberapa tahun terakhir, gema tersebut seakan mulai berkurang,” ujar Nico.
Baca Juga: Bank Danamon Bidik Pertumbuhan Kredit 10% pada Tahun 2024, Begini Strateginya Oleh karenanya, ia menilai bank digital membutuhkan dorongan dari sisi peningkatan ekosistem, bisnis, dan kolaborasi ekosistem dengan yang lain. Harapannya, memberikan
multiplier effect bagi para pengguna. Perihal emiten bank digital yang menarik, Nico bilang bahwa semua itu akan kembali kepada fundamental perusahaannya, potensi valuasi di masa yang akan datang, dan yang paling penting adalah ekosistem perusahaan yang akan dibangun. “Ini bukanlah rekomendasi, tapi kami masih suka dengan ARTO,” ujarnya.
Editor: Tendi Mahadi