Saran pengamat pajak terkait wacana pemerintah mengubah tarif PPN



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah berencana untuk meningkatkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) tahun depan. Tujuannya untuk mengerek penerimaan pajak.

Hingga kini pemerintah belum memutuskan skema PPN yang akan digunakan tahun depan. Tapi, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan saat ini pemerintah tengah membuka dua opsi perubahan tarif PPN.

Pertama, single tarif dengan meningkatkan tarif PPN saat ini sebesar 10% menjadi sampai 15%. Kedua, skema multitarif PPN. 


Suryo menjelaskan untuk skema multitarif PPN antara lain terdiri dari pengenaan tarif PPN lebih rendah untuk barang-barang dan jasa tertentu yang dibutuhkan masyarakat berpenghasilan rendah. Sedangkan, pengenaan tarif lebih tinggi untuk barang mewah/sangat mewah. 

Baca Juga: Kebijakan fiskal tahun depan berfokus pada pemulihan ekonomi dan reformasi struktural

Di sisi lain, Menteri Koordinator (Menko) Perkonomian Airlangga Hartarto menyebut selain tarif PPN, pemerintah juga telah memasukan klausul Goods And Service Tax (GST). 

Kendati demikian, Menko Airlangga belum memastikan skema GTS merupakan pengganti PPN yang berlaku saat ini. Yang jelas dirinya menyampaikan kebijakan perpajakan yang diusulkan pemerintah ke parlemen akan memerhatikan kondisi ekonomi.

Lebih lanjut Menko mengatakan skema GST diajukan dalam rangka melindungi industri manufaktur yang selama ini terpukul akibat pandemi virus corona. 

“Ada juga pembahasan pajak penjualan ataupun GST ada hal-hal yang diatur sehingga pemerintah lebih fleksibel mengatur sektor manufaktur perdagangan dan jasa, kisarannya akan diberlakukan pada waktu yang tepat skenarionya akan dibuat lebih luas sehingga tidak kaku seperti yang selama ini diberlakukan,” ujar Menko Airlangga kemarin (20/5).

Baca Juga: Soal tax amnesty jilid II, begini komentar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu

Editor: Noverius Laoli