Soroti proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, ini catatan MTI



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menyoroti perubahan sikap pemerintah di proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Semula, pemerintah menggembar-gemborkan bahwa proyek KCJB akan didanai lewat business to business. Kini, APBN akan dikucurkan untuk mendanai proyek ambisius ini.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno berpandangan bahwa proyek KCJB bernasib mirip dengan proyek LRT Jabodetabek. Dengan kontraktor yang mengalami kesulitan keuangan, pendanaan proyek akhirnya banyak bergantung pada PT KAI, yang mana pemerintah harus memberikan bantuan dengan menggelontorkan APBN lewat Penyertaan Modal Negara (PMN).

Djoko mengingatkan bahwa membangun infrastruktur perkeretaapian tak semudah membangun infrastruktur jalan raya seperti jalan tol. Hal ini yang menyebabkan banyak investor swasta lebih tertarik membangun jalan tol.


"Sekarang manajemen operasionalnya diserahkan ke PT KAI juga akhirnya. Membangun jalan rel itu membangun sistem secara menyeluruh, termasuk teknologinya juga harus diperhitungkan," kata Djoko saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (10/10).

Dihubungi terpisah, Sekretaris Jenderal MTI Harya Setyaka Dillon memahami bahwa kondisi pandemi covid-19 semakin menempatkan pemerintah dan konsorsium kereta cepat pada posisi yang sulit. "Kenyataannya kondisi pandemi tidak ideal, jadi ketimbang mangkrak, solusi tersebut (penggunaan APBN) masuk akal," ungkap Harya.

Baca Juga: Ini kata pengamat terkait percepatan proyek kereta cepat jakarta-Bandung

Di sisi lain, meski memakai APBN, Harya menegaskan bahwa nantinya tarif tiket KCJB tetap harus kompetitif terhadap moda alternatif lain. Yakni angkutan travel Jakarta-Bandung, bus antar kota, maupun biaya perjalanan angkutan pribadi yang memperhitungkan tarif toll dan biaya BBM.

"Ketimbang subsidi KCJB, saya pikir lebih bijak menaikkan tarif tol khusus untuk golongan 1. Sekaligus sebagai instrumen mengurangi kemacetan di Kota Bandung akibat mobil dari Jakarta," sebut Harya.

Yang tak kalah penting, sambungnya, adalah konektifitas kereta cepat dengan pusat-pusat aktivitas di Kota Bandung. Pemerintah juga dinilai perlu segera melengkapi KCJB dengan elektrifikasi Kereta Api Padalarang-Bandung dan juga menghubungkan stasiunTegalluar dan pusat kota Bandung menggunakan angkutan umum massal.

"Proyek pembangunan (KCJB) sudah berjalan. Kita tidak mungkin berjalan mundur," pungkas Harya.

Asal tahu saja, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) siap dikucurkan untuk mendanai proyek KCJB. APBN akan diberikan dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) alias PT KAI yang sekarang menjadi pimpinan BUMN dalam konsorsium proyek kereta cepat.

Perubahan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 yang merevisi Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung. Ada sejumlah perubahan menonjol dalam beleid yang diteken Presiden Joko Widodo pada 6 Oktober 2021 ini.

Pertama, pemerintah menugaskan kepada konsorsium BUMN untuk percepatan prasarana dan sarana kereta cepat. Perusahaan plat merah yang tergabung dalam konsorsium tersebut adalah PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), PT PT Kereta Api Indonesia (Persero) alias PT KAI, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara atau PTPN VIII.

Editor: Handoyo .