Stabilitas harga pangan menciptakan kondisi politik yang kondusif



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga pangan pada momen menjelang hingga usai Idul Fitri yang cenderung stabil dinilai sebagai keberhasilan yang dicapai pemerintahan Joko Widodo- Jusuf Kalla.

Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Sarman Simanjorang memandang, stabilitas pangan ini timbul dikarenakan pemerintah telah mengantisipasi kebutuhan masyarakat sejak lebih dari tiga bulan yang lalu.

Capaian ini menurut pengamat dan pelaku usaha, jelas berkontribusi menciptakan kondusifitas politik sehingga proses pembangunan dapat berjalan lebih baik ke depan.


Sarman mengatakan, stabilnya harga pangan dikarenakan pemerintah pusat melalui Kementerian Perdagangan yang dibantu Satgas Pangan proaktif memantau pendistribusian berbagai barang kebutuhan pokok.

Dengan demikian, aliran distribusi menjadi lancar dan isu terkait kekurangan bahan pokok bisa diminimalkan. Dampak akhirnya, harga pun menjadi tidak bergejolak.

“Kita harus mengapresiasi kinerja itu, termasuk pemerintah pusat melalui Kementerian Perdagangan,” ujar Sarman dalam keterangannya beberapa waktu lalu.

Pemantauan rutin yang dilakukan pemerintah diyakini pula menggerus upaya mafia pangan yang kerap memanfaatkan momentum Lebaran mencari untung. Terlebih Kementerian Perdagangan, pemerintah daerah, beserta Bulog gemar melakukan operasi pasar guna yang dilihat efektif menekan harga.

“Kalau demand dan supply itu seimbang, kita yakin bahwa harga tidak bergejolak. Kita lihat hasilnya saat ini bahwa ketika menjelang Lebaran harga-harga bahan pokok itu pada posisi stabil. Stabil bukan berarti tidak naik,” tutur Sarman.

Sarman mengapresiasi pola komunikasi Menteri Perdagangan Enggatiasto Lukita yang kerap memanggil para importir untuk memastikan izin dan penyaluran agar sesuai. Langkah ini dianggap mampu menghilangkan mafia-mafia importir yang kerap menyalahgunakan izin impornya.

Melalui dialog dengan para importir tersebut, kementerian jadi bisa mengetahui total berapa izin impor yang didapat para importir. Dari sana, langkah selanjutnya bisa ditanyakan volume pendistribusian barang yang sudah impor kepada masyarakat.

Jika ada yang tidak tepat sesuai, bisa segera diketahui dan ditindak. Dikombinasikan dengan pemantauan yang rutin, stok di pasar menjadi kian terjaga.

“Menteri perdagangan itu sering sekali memanggil berbagai asosiasi untuk menjaring para importir. Importir daging sering diundang, importir bawang diundang juga. Importir buah-buahan diundang juga. Jadi, memang ini yang harus selalu dilakukan ke depan,” urai Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) ini.

Editor: Yudho Winarto