Strategi Sejumlah Bank Digital Tekan Laju Kenaikan Risiko Kredit Bermasalah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah bank digital terus menjadi sorotan utamanya terkait rasio kredit bermasalah atau (non performing loan (NPL) yang terus meningkat.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae belum lama ini mengatakan, bahwa NPL pada bank-bank dengan layanan digital secara umum masih dalam batas yang wajar dan cenderung membaik.

"Salah satu yang perlu diperhatikan bank-bank digital ini sebetulnya terkait dengan kredit dengan skema channeling. Karena skema kemitraan yang dilakukan perbankan dengan fintech lending melalui skema channeling, dampak risiko umumnya berasal dari internal dan faktor eksternal," ungkap Dian kepada kontan.co.id. 


Baca Juga: Inilah 98 Pinjol Legal Resmi Terdaftar OJK Oktober 2024, Jauhi Nama Pinjol Ilegal!

Menurutnya, dari sisi internal diperlukan penguatan untuk terus mempertajam kapabilitas credit scoring yang dimiliki. Sementara itu, dari sisi eksternal, dampak perekonomian global yang masih volatile memiliki implikasi signifikan terhadap penurunan nilai aset keuangan, menyebabkan ketidakpastian ekonomi yang tinggi, yang semuanya dapat menyebabkan penurunan nilai aset keuangan. 

“Kondisi ini menuntut perbankan yang bermitra dengan perusahaan fintech untuk mempertimbangkan kebijakan manajemen risiko yang lebih ketat dan inovasi dalam teknologi untuk meningkatkan keamanan dan efisiensi operasional,” ujar Dian.

PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) menjadi salah satu bank digital yang mencatatkan kenaikan rasio NPL gross yang berada di level 0,42% per Juni 2024, naik dari posisi 0,05% per Juni 2023. 

Sejalan dengan itu, pencadangan atau CKPN per semester I pun meningkat ke Rp 31 miliar dari Rp 17 miliar pada setahun sebelumnya,

Baca Juga: Hingga September, Penyaluran KUR Bank Mandiri Tembus Rp 32,2 triliun

Direktur Utama Allo Bank (BBHI) Indra Utoyo mengatakan, sejumlah strategi pun dilakukan perseroan dalam rangka menekan rasio kredit macet, seperti Bank yang secara terus menerus melakukan fine tuning atas berbagai macam criteria terhadap proses underwriting kredit untuk masing-masing segmen PayLater dan InstantCash dalam rangka mengoptimalkan return dan meminimalisir risiko kredit. 

BBHI juga disebut Indra terus mengembangkan teknologi berbasis Big Data yang mendukung analisis perkembangan bisnis, analisis pengenalan nasabah, analisis potensi ancaman keamanan sistem serta berbagai analisis lain yang menunjang pemenuhan aspek manajemen risiko dan kepatuhan.

Adapun dari sisi internal control, BBHI juga terus menerapkan prinsip-prinsip Risk Management dan melakukan pemantauan atas risiko kredit melalui berbagai indikator risiko untuk  memastikan bahwa portofolio Bank masih sejalan dengan risk appetite dan risk tolerance yang telah ditetapkan.

Baca Juga: Kredit Perbankan Tetap Tumbuh, Apakah Sudah Berdampak Pada Perekonomian?

“Proses manajemen dan monitoring risiko kredit secara kontinu dilakukan baik di level Direksi (melalui Komite Manajemen Risiko) dan Dewan Komisaris (melalui Komite Pemantau Risiko) sesuai dengan prinsip-prinsip Good Corporate Governance,” ungkapnya.

Indra menjelaskan, seiring dengan pertumbuhan kredit, NPL memang diproyeksikan turut meningkat. “Namun kami berkomitmen untuk tumbuh secara berkesinambungan didukung oleh penerapan manajemen risiko dan GCG secara disiplin,” tandasnya.

Editor: Noverius Laoli