KONTAN.CO.ID - Jakarta. Omnibus law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja mendapat penolakan dari banyak pihak. Terutama dari pihak buruh yang menilai klaster ketenagakerjaan di UU Cipta merugikan para pekerja. Namun, hasil survei Kompas berkata lain. Survei Litbang Kompas terkini menyatakan, hampir separuh responden yaitu 48,5 persen menaruh perhatian pada bidang ini. Disusul klaster pendidikan 14,3 persen, lingkungan hidup 10,1 persen, dan investasi 4,7 persen. Soal substansi klater ketenagakerjaan, ada beberapa hal yang disoroti pekerja, seperti waktu kerja, durasi kontrak, hingga upah. Beragam aturan terkait hal ini ditanggapi beragam oleh responden. Sebagian responden sepakat dengan beberapa ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sedangkan, sebagian lagi lebih memilih aturan di draf RUU Cipta Kerja. Secara umum, mayoritas responden setuju dengan ketentuan ketenagakerjaan yang diatur dalam UU Cipta Kerja.
Uang pesangon
Dalam UU Ketenagakerjaan, setiap pekerja dengan masa kerja 24 tahun berhak meraih hingga 32 kali upah jika mereka terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Ketentuan ini diubah di UU Cipta Kerja. Bagi pekerja dengan masa kerja 24 tahun, uang pesangon yang diberikan oleh perusahaan sebanyak 19 kali upah. Selain itu, juga terdapat jaminan kehilangan pekerjaan maksimal 6 kali upah yang ditanggung pemerintah. Secara total, uang yang diperoleh pekerja terkena PHK 25 kali upah. Nah, hasil survei menyebut:- 55,4 persen setuju dengan UU Cipta Kerja
- 29,8 persen memilih aturan UU Ketenagakerjaan
- 14,8 persen tidak tahu