Tahun ini, Astra Agro Lestari (AALI) Siapkan Capex Hingga Rp 1,3 Triliun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten perkebunan sawit, PT  Astra Agro Lestari Tbk (AALI) tahun ini menyiapkan dana capex di kisaran Rp 1,2 triliun hingga Rp1,3 triliun. Pada paparan publik yang berlangsung virtual, Sekretaris Perusahaan AALI Mario Casimirus Surung Gultom menjabarkan nilai capex tidak berbeda jauh dengan alokasi tahun lalu.

"Penggunaannya secara dominan atau mostly adalah untuk penanaman kembali (replanting), pemeliharaan tanaman, perbaikan infrastruktur dan pemeliharaan pabrik," jelasnya, Rabu (12/4).

Sebagai informasi, tahun lalu perseroan telah merealisasikan belanja modal sebesar Rp 1,2 triliun atau naik 23% dari sebelumnya Rp 999 miliar pada 2020. Saat itu, belanja modal digunakan untuk penanaman tanaman produktif sebesar Rp 466 miliar,  non-plantation  sebesar Rp 450 miliar, dan pengembangan pabrik sebesar Rp 313 miliar.


Tak hanya itu, pihaknya juga menggunakan capex tahun ini untuk melakukan pembayaran sebagian utang yang jatuh tempo pada 2022. Perseroan juga memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan dan penggunaan mesin pembelajar, yang digunakan untuk memprediksi potensi produksi di 17 lokasi yang dimiliki dengan total lahan pertanian seluas 146.000 hektar.

Baca Juga: Tingginya Harga CPO Bisa Jadi Katalis Positif untuk Kinerja AALI Tahun Ini

Sementara itu, mengenai target kinerja tahun ini AALI mengakui pihaknya masih belum memiliki gambaran jelas. Presiden Direktur AALI, Santoso menguraikan latar belakang yang dilalui industri sawit saat ini.

"Kinerja kami saat ini kepastiannya lebih tinggi dari sebelumnya kalau melihat kondisi produksi mudah-mudahan kondisinya bisa lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu," jelas Santoso.

Ia melanjutkan, tahun lalu AALI sempat mengalami penurunan produksi, tidak hanya di tingkat kebun inti tetapi juga di keseluruhan CPOM. Ia berharap tahun ini tingkat produksi bisa tetap seimbang dengan tahun lalu.

Sementara mengenai target keuangan, pihaknya menegaskan walau saat ini harga sawit meningkat cukup tajam namun biaya produksi, terutama pupuk, ikut meningkat sangat tinggi. Hal ini, menurut Santoso, nantinya terefleksi pada laporan keuangan kuartal I 2022.

"Kenaikan harga pupuk yang drastis sebabkan kemungkinan balance antara selisih cost tidak jauh berbeda dengan retata tahun lalu. Saat ini harga CPO ada di angka sekitar Rp 15.000 sampai Rp16.000 per kilogram di domestik market pada Januari sampai Maret, namun ada yang harus suplai dengan harga DPO. Itu yang menyebabkan blended price tidak di angka Rp16.000 per kilogram sebagaimana di domestik market," jelasnya.

Sementara itu, sepanjang 2021, perseroan mencatatkan penurunan produksi tandan buah segar (TBS) sebesar 6,6% menjadi 4,33 juta ton dari sebelumnya 4,63 juta ton. Hal itu disebabkan oleh menurunnya produktivitas tanaman yang masih terjadi hingga saat ini, sebagai dampak adanya kemarau yang terjadi di tahun 2019.

Editor: Handoyo .