KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian. Di RUU tersebut, pemerintah akan mengatur ulang sanksi administrasi perpajakan. Dalam RUU tersebut ada empat poin pembahasan sanksi.
Pertama, sanksi bunga atas kekurangan bayar karena pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dan SPT masa.
Baca Juga: RUU perpajakan baru akan ada keringanan sanksi bagi wajib pajak yang kurang bayar Saat ini sanksi atas pelanggaran tersebut dikenakan tarif 2% per bulan dari pajak yang kurang dibayar. Nah, dalam RUU itu besaran tarif sanksi per bulan dihitung dari kalkulasi suku bunga acuan ditambah 5% dibagi dua belas.
Kedua, sanksi bunga atas kekuarangan bayar karena penetapan Surat Ketetapan Pajak (SKP) saat ini sebesar 2% per bulan dari pajak kurang bayar. Kelak, besaran tarif sanksi per bulan berdasarkan suku bunga acuan ditambah 10% dibagi dua belas.
Ketiga, sanksi bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tidak tepat waktu. RUU Perpajakan mengatur sanksi yang harus dibayarkan sebesar 1% dari dasar pengenaan pajak. Sebelumnya PKP dikenakan 2% dari dasar pengenaan pajak.
Keempat, sanksi denda bagi pengusaha yang tidak lapor usaha untuk dikukuhkan menjadi PKP. Saat ini, tidak ada sanksi administratif yang mengatur. Nah, di RUU tersebut memberikan sanksi 1% dari dasar pengenaan pajak.
Baca Juga: Tarif PPh badan bakal turun menjadi 20% mulai tahun 2021 Bila ditelaah sanksi ini memiliki untung dan rugi bagi pemerintah maupun wajib pajak (WP). Bila mengasumsikan perhitungan saksi pajak untuk jenis sanksi pertama menggunakan suku bunga acuan BI saat ini di level 5,25% atau menggunakan suku bunga SPN dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 di level 5,4% dibagi dua belas, maka tarif sanksi bagi wajib pajak bisa di bawah 1% atau lebih rendah daripada aturan saat ini. Begitu pula dengan sanksi jenis kedua, dengan asumsi menggunakan suku bunga tersebut, sanks WP masih di bawah 2%.
Editor: Khomarul Hidayat