Tren Penyalahgunaan Masih Tinggi, UU Narkotika akan Segera Direvisi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menyampaikan surat presiden mengenai revisi RUU tentang perubahan lkedua atas UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pada 14 Januari 2022 lalu.

Untuk menindaklanjuti Surat Presiden tersebut, Menteri Hukum dan HAM menyampaikan penjelasan atas RUU tentang perubahan kedua atas UU nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika pada rapat kerja Kamis (31/3).

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika telah mengancam keberlangsungan hidup bangsa Indonesia, terutama telah mengancam generasi muda.


Mengingat saat ini semakin meningkatnya jumlah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, dan prekursor narkotika, dengan mempertimbangkan kuantitas dan kualitas aparat penegak hukum, serta kapasitas lembaga pemasyarakatan, pemerintah mengutamakan penguatan pencegahan dalam menangani penyalahgunaan narkotika dan prekursor narkotika.

Baca Juga: KPPU Sebut Butuh Satu Alat Bukti Lagi Sebelum Kasus Minyak Goreng Naik ke Persidangan

Upaya pencegahan dilakukan secara integral dan dinamis antara aparat penegak hukum dengan masyarakat

Selain upaya penguatan pencegahan, upaya pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika juga diperkuat agar tujuan bernegara dalam melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dapat terlaksana dengan maksimal

“Upaya ini sangat diperlukan mengingat tren perkembangan penyalahgunaan narkotika dan prekursor narkotika masih tinggi. Hal tersebut merupakan salah satu alasan untuk melakukan revisi terhadap UU nomor 35 tahun 2009,” ujar Yasonna dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Kamis (31/3).

Di sisi lain, lanjut Yasonna, terdapat perkembangan kebutuhan masyarakat yang perlu menjadi perhatian. Yaitu terkait dengan pengaturan mengenai pecandu narkotika, penyalahgunaan narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika.

Menurut Yasonna, UU nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika dalam pelaksanaannya belum memberikan konsepsi yang jelas tentang pecandu narkotika, penyalahgunaan narkotika, dan korban penyalahgunaan narkotika.

Perlakuan yang sama terhadap pecandu narkotika, penyalahgunaan narkotika, dan korban penyalahgunaan narkotika dengan bandar ataupun pengedar narkotika menimbulkan ketidakadilan dalam penanganan nya.

“Seharusnya penanganan terhadap pecandu narkotika, penyalahgunaan narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika difokuskan pada upaya rehabilitasi melalui mekanisme asesmen yang komprehensif dan dapat dipertanggungjawabkan,” kata Yasonna.

Editor: Anna Suci Perwitasari