KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Terjadinya tumpang tindih kebijakan impor bahan baku baja lapis timah (tinplate) membuat produsen kemasan kaleng jadi kalang kabut. Permasalahan ini berawal dari keputusan Kementerian Perindustrian yang telah menghapus ketentuan pertimbangan teknis untuk proses perpanjangan izin impor. Kebijakan itu tertuang melalui Peraturan Menteri Perindustrian No. 32 Tahun 2019.
Baca Juga: Ini rencana bisnis dan ekspansi Bakrie & Brothers (BNBR) tahun depan Kemudian persoalan lain muncul lantaran aturan serupa di Kementerian Perdagangan belum dicabut. Para importir merasa kesulitan mendapatkan perpanjangan izin impor karena Kementerian Perdagangan masih mensyaratkan pertimbangan teknis. Dengan kata lain, Permendag No. 110 tahun 2018 masih tetap berlaku dan mewajibkan pertimbangan teknis. Sebelumnya, menurut para importir, staf di Kementerian Perdagangan mengaku belum memiliki petunjuk pelaksanaan yang baru setelah terbitnya Peraturan Menteri Perindustrian No. 32/2019, sehingga permohonan perpanjangan izin impor tidak dapat diproses. Wakil Ketua Asosiasi Produsen Kemas Kaleng Indonesia (APKKI) menjelaskan tumpang tindih kebijakan yang terjadi menghambat kinerja produsen kemas kaleng.
Baca Juga: Dampak Permendag 84/2019, industri berbahan baku daur ulang mengaku terancam tutup "Sebab, selama ini suplai bahan baku
tinplate berasal dari PT Pelat Timah Nusantara Tbk atau Latinusa yang hanya mampu memenuhi kebutuhan 60% permintaan
tinplate. Adapun 40% sisanya para produsen kemasan kaleng harus diimpor," jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (13/12). Di sinilah persoalannya. Di saat izin impor hampir habis pada awal tahun depan, aturan perpanjangan izin impor masih buram. Jika kebijakan tersebut tak kunjung jelas hingga akhir Desember 2019, para produsen akan menghentikan operasional pabrik saat kehabisan stok.
Selain ancaman PHK, kisruh ini bisa merembet ke
downstream industri yaitu para pelanggan yang menggunakan kaleng dan tutup botol seperti industri makanan dan minuman. Arif menjelaskan di sepanjang tahun ini industri kaleng dan tutup botol kerap mengalami berbagai tekanan. Salah satunya disebabkan oleh banyaknya import kaleng sehingga harga lebih murah dibanding produksi dalam negeri.
Baca Juga: Saka Energi dan Petronas masih diskusikan pelepasan operatorship Lapangan Kepodang "Tidak hanya besarnya kaleng impor, tapi juga
printed sheet import yang membanjiri Indonesia," ungkapnya.
Editor: Tendi Mahadi