UMKM malas bayar pajak, ini kata pengamat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Geliat Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk membayar pajak tumbuh melambat di tahun lalu sebesar 23% year on year (yoy) di bawah pertumbuhan tahun sebelumnya yang mencapai 27,8%. 

Direktur Eksekutif Centern for Information Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai seharusnya pertumbuhan Wajib Pajak (WP) UMKM yang memenuhi kewajibannya bisa lebih banyak. Alasannya tarif Pajak Penghasilan (PPh) final sudah melandai dari 1% menjadi 0,5% di tahun 2019, sehingga wajarnya jumlah WP UMKM jauh lebih banyak.

Ini mengonfirmasi bahwa ekstensifikasi basis pajak UMKM oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak kurang maksimal. Prastowo mengindikasi ada tiga alasan mengapa UMKM malas bayar pajak. 


Baca Juga: Realisasi pembayaran pajak via platform digital capai seperempat triliun

Pertama, sosialisasi otoritas pajak terhadap kewajiban dan kemudahan pembayaran pajak UMKM kurang friendly

Kedua, kurangnya dukungan pemerintah daerah (Pemda) untuk merangkul UMKM. Menurut Prastowo, pertumbuhan basis WP UMKM yang melambat tidak semata-mata karena kantor pajak pusat. Sebab, Pemda adalah pihak yang selama ini memberikan perizinan dan menyediakan tempat bisnis bagi UMKM.

Ketiga, pola UMKM berpindah dari offline ke platform digital. Perpindahan model bisnis ini justru malah menggocek otoritas pajak menjaring basis pajak UMKM.

“Karena masih ada kesan seolah-olah saya (UMKM) bisnis di platform e-commerce tidak bayar pajak dengan adanya PMK 210 tentang e-commerce yang dibatalkan otomatis registrasi UMKM sebagai WP belum terfasilitasi. Itu kendala utamanya,” kata Prastowo kepada Kontan.co.id, Selasa (18/2).

Prastowo menilai untuk menjamah kepatuhan formal WP UMKM otoritas pajak seyogyanya dapat mewajibkan pedagang online untuk registrasi menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK). 

Ini sebetulnya sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.10/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

“Mewajibkan untuk mencantumkan NIK lebih bijak ketimbang harus ada Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau dengan cara yang saat ini di PP 38 yang mewajibkan untuk mendaftar. Jadi di-capture-nya lewat cara-cara tidak langsung. Itu sudah pasti lebih moderat dan orang mau. Yang wajib-wajib cara yang sah, tapi rasanya kurang pas,” kata Prastowo.

Editor: Herlina Kartika Dewi