Utilisasi FSRU Lampung masih rendah, simak potensi dampaknya ke PGN



KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Floating Storage & Regasification Unit (FSRU) Lampung yang dikelola oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) masih belum berjalan maksimal hingga kini. Adapun pengamat dan analis energi menilai, persoalan ini bisa memberikan efek domino bagi bisnis PGN ke depannya. 

Direktur Utama PGN Muhamad Haryo Yunianto mengatakan, saat ini FSRU Lampung masih beroperasi sebagai salah satu infrastruktur penyaluran gas bumi yang dikelola anak usaha PGN. 

"Prospek FSRU Lampung dalam jangka menengah dan panjang tentunya akan memperhatikan peta kebutuhan gas di sisi pelanggan, khususnya di wilayah Lampung dan Jawa bagian barat," kata dia kepada Kontan.co.id, Jumat (27/8). 


Pengamat Ekonomi Energi Universitas Padjajaran, Yayan Satyaki memaparkan, dalam lingkup perencanaan sesuai dengan PGN LNG’s Masterplan of New Business Development 2018 , FSRU Lampung diupayakan untuk meningkatkan ketahanan pasokan energi untuk wilayah Barat yaitu Sumatra, Jawa, dan Bali selain wilayah FSRU Makassar untuk Indonesia Tengah dan FSRU Gorontalo untuk Indonesia Timur.  

"Akan tetapi, sejak tahun 2016 keberadaan FSRU Lampung  masih banyak menuai polemik terkait dengan double storage  dengan FSRU Jakarta yang dianggap  tidak optimal. Apalagi, FSRU Jakarta dianggap masih cukup digunakan oleh PGN untuk melayani masyarakat," ujar Yayan kepada Kontan.co.id saat dihubungi terpisah. 

Bahkan, dia bilang, FSRU Lampung dianggap terlalu mahal dalam hal biaya sewa yakni antara US$ 90- US$ 120 juta per bulan dengan kontrak selama 16 tahun. 

Baca Juga: Simak rekomendasi saham PGN (PGAS) dari Panin Sekuritas

Secara ideal, sebetulnya FSRU Lampung dapat menopang untuk distribusi Jawa dan Sumatra, karena dimungkinkan lingkup antar industri LNG jika simultan dengan sektor ekonomi lainnya seperti industri manufaktur misal petrokimia, tekstil, dan energi listrik untuk pembangkit. 

Adapun menurut Yayan, FSRU Lampung akan sangat membantu rantai pasok dari ekonomi dan meningkatkan efisiens backward linkage perekonomian untuk sumber energi gas. 

"Akan tetapi jika tidak cocok antara ketersediaan infrastruktur logistik maka akan meningkatkan kerugian negara karena FSRU tidak digunakan secara optimal karena under use," lanjut dia.

Biaya sewa yang mahal dan menggunakan uang negara atau pajak pemerintah akan sangat memberatkan jika business development dan business ecosystem-nya tidak cocok. Justru bahkan akan merugikan negara yang sangat besar. 

"Sebagai ilustrasi dengan uang sewa yang per tahun US$ 100 juta pe rtahun sejak tahun 2014 hingga 2029, sedangkan untuk produksinya hanya 2 kargo-11 kargo. Sangat disayangkan.Apalagi dengan kondisi pandemi seperti ini, perlu strategi bisnis yang baik dan profesional," jelas Yayan.

 
PGAS Chart by TradingView

Editor: Anna Suci Perwitasari