Walhi: Industri tambang Indonesia belum mampu mematuhi kaidah lingkungan dengan baik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kegiatan penambangan minerba sudah pasti mempengaruhi kondisi lingkungan dan kehidupan masyarakat sekitar. Kesadaran akan pemeliharaan lingkungan pun sudah seyogianya dipenuhi oleh setiap pelaku usaha pertambangan.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nur Hidayati mengatakan, sejauh ini pihaknya menilai bahwa industri pertambangan di Indonesia belum memenuhi kaidah-kaidah lingkungan. Tak jarang, masalah muncul akibat aktivitas pertambangan. Mulai dari masalah perizinan, konflik dengan penduduk lokal, hingga pencemaran akibat limbah tailing pertambangan dan debu batubara.

Saat kegiatan penambangan selesai, masalah bukan berarti berakhir. Ada saja beberapa perusahaan tambang yang meninggalkan lubang-lubang bekas tambang begitu saja. Kewajiban reklamasi dan pasca tambang pun acap kali tidak dipenuhi dengan baik.


Baca Juga: Tekmira Balitbang ESDM kembangkan anoda baterai dari batubara

“Kalau kami lihat dari data Kementerian ESDM, ada sekitar 8 juta hektare lahan bekas tambang yang belum direklamasi sampai 2018,” ujar dia ketika dihubungi Kontan.co.id, Minggu (3/1).

Belum lagi, masih ada pelaku-pelaku usaha tambang yang tidak taat terhadap aturan perpajakan. Beberapa perusahaan tambang pun ada yang tidak memiliki NPWP, padahal kegiatan usaha sudah dilakukan selama bertahun-tahun.

Nur Hidayati lantas menganggap bahwa dampak negatif industri pertambangan terhadap lingkungan hidup dan masyarakat berlangsung dari hulu sampai hilir. Peran pemerintah pun dinilai tidak begitu signifikan, terutama dalam mengawasi implementasi undang-undang beserta turunannya.

“Banyak perusahaan yang mangkir dari kewajiban dana reklamasi dan ketaatan membayar pajak juga jauh dari standar. Ini mencerminkan bahwa industri tambang bukan sebagai industri yang baik,” ungkap Nur.

Dia juga berpendapat, perusahaan-perusahaan mesti memiliki pola pikir bahwa kewajiban mereka dalam melakukan reklamasi dan pasca tambang tidak bisa disamakan dengan program tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR). Kegiatan CSR pun tidak bisa menggantikan kewajiban pemulihan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan.

Editor: Anna Suci Perwitasari