KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (
WIKA) menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada Jumat (12/1). RUPSLB WIKA itu menyetujui mekanisme pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) lewat Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) alias
rights issue. Melansir Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), modal dasar WIKA menjadi Rp 27,5 triliun yang terbagi atas 275 miliar saham.
Secara rinci, pertama ada 1 Saham Seri A Dwiwarna, dengan nilai nominal sebesar Rp 100 per saham atau seluruhnya dengan jumlah nilai nominal Rp 100.
Baca Juga: Gelar Rights Issue, Wijaya Karya (WIKA) Beri Penjelasan ke BEI Kedua, sebanyak 274,99 miliar Saham Seri B, masing-masing saham bernilai nominal sebesar Rp 100 per saham atau dengan jumlah nilai nominal seluruhnya sebesar Rp 27,49 triliun. Terkait penyelenggaraan
rights issue dan strategi WIKA dalam menjaga keberlangsungan usaha Perseroan, BEI pun menyampaikan sejumlah pertanyaan. Sekretaris Perusahaan WIKA Mahendra Vijaya mengatakan, rencana PMHMETD ini tidak disertakan dengan penerbitan waran. Seluruh penyetoran atas saham dalam PMHMETD ini akan dilakukan dalam bentuk uang/cash. ”Setelah PMHMETD ini, perseroan tetap menjaga porsi pengendali sehingga tidak terdapat perubahan pengendalian perseroan,” ujarnya dalam keterbukaan informasi. Mahendra memaparkan, finalisasi Master Restructuring Agreement (MRA) ditargetkan dapat selesai pada akhir Januari 2024.
Baca Juga: Wijaya Karya (WIKA) Beri Penjelasan ke Bursa Soal Upaya Restrukturisasi WIKA juga akan mengulang kembali Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) dan Rapat Umum Pemegang Sukuk (RUPSU) yang belum menyetujui pengesampingan pemenuhan kewajiban keuangan sebelum batas penyampaian Laporan Keuangan per 31 Desember 2023 berakhir. BEI juga bertanya terkait dengan ketidakpastian estimasi penyelesaian konstruksi dan keberlangsungan usaha perseroan, khususnya terkait risiko terhadap aset dan liabilitas. Mahendra menjelaskan, sebagai upaya WIKA dalam mengatasi ketidakpastian estimasi penyelesaian konstruksi yang memiliki risiko signifikan terhadap jumlah tercatat aset dan liabilitas, Perseroan melakukan beberapa langkah.
Pertama, menerapkan prosedur seleksi pemberi kerja dengan mengedepankan
four-eyes principle. Langkah ini untuk meminimalisasi risiko pemberi kerja yang tidak memiliki kemampuan keuangan dengan memastikan pemberi kerja memiliki
financial closing yang cukup untuk mendanai penyelesaian proyek.
Baca Juga: 12 Kreditur Wijaya Karya (WIKA) Beri Lampu Hijau untuk Restrukturisasi Utang Kedua, dalam melakukan penyelesaian progress konstruksi, WIKA melakukan penyeimbang terhadap penerimaan termin pembayaran dari pemberi kerja. “Sehingga, proyek yang dikerjakan oleh perseroan dapat melakukan
self finance dan meminimalisasi kebutuhan pinjaman modal kerja serta menghindari
cost overrun,” ungkapnya.
Editor: Noverius Laoli