KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) telah mendapatkan restu pemegang saham untuk masuk pada bisnis kebandarudaraan. Asal tahu saja, pada 30 Maret 2021 konsorsium WIKA bersama Angkasa Pura Airports dan Incheon International Airport Corporation (IIAC) ditunjuk sebagai pemenang lelang pengadaan Badan Usaha Pelaksana Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Bandara Internasional Hang Nadim Batam. Porsi WIKA di perusahaan patungan ini sebesar 19%, AP1 51%, dan IIAC 30%. Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Joshua Michael melihat Bandara Internasional Hang Nadim Batam memiliki nilai tambah khusus. Sebab, Batam merupakan
free trade zone sehingga secara ekonomi dinilainya akan berefek positif. "Posisi Batam dekat dengan Singapura, bisa menjadi
added value untuk
international cargo dan penumpang," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (3/9).
Joshua menyebutkan dalam menggarap proyek tersebut, fase pertama akan dimulai pada 2024. Sehingga diharapkan Covid-19 sudah dapat dipulihkan. Dalam menggarap proyek tersebut, ia mengungkapkan biaya belanja modal atawa
capital expenditure (capex) akan dibagi dalam tiga tahap. Joshua menyebutkan untuk ketiga fase tahap tersebut capex dari WIKA sebesar Rp 300 miliar - Rp 400 miliar. "Jadi, tidak akan memberatkan keuangan perusahaan, selain itu kas internal WIKA juga sebenarnya cukup untuk pendaaan ini," sebutnya.
Baca Juga: Berkinerja apik pada semester I, ini rekomendasi saham Indofood Sukses Makmur (INDF) Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menuturkan, masuknya WIKA pada bisnis bandara sebagai diversifikasi perusahaan. Menurutnya, masuknya WIKA pada bisnis ini di tengah pandemi Covid-19 sebagai kesiapan perusahaan menyambut selesainya pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Ia mengakui, untuk jangka pendek tentunya dengan masuknya WIKA pada bisnis transportasi akan memberikan tekanan pada keuangan. Sebab, bisnis transportasi merupakan bisnis jangka panjang. Kendati begitu, ia melihat tidak akan memberikan masalah pada perusahaan lantaran WIKA sendiri tengah menawarkan obligasi dan sukuk. "Namun, sejauh mana rasio bisa diterima investor," sebutnya. Berdasarkan catatan Kontan.co.id, manajemen WIKA menghitung
net present value (NPV) dari proyek
incremental sebelum dan sesudah rencana transaksi yang akan diterima WIKA sekitar Rp 204,01 miliar. Atau rata-rata sekitar Rp 8,16 miliar per tahun selama 25 tahun.
Baca Juga: PMI Manufaktur Indonesia naik lagi, analis rekomendasikan saham-saham ini Berdasarkan pengujian atas proyeksi keuangan selama 25 tahun, tingkat NPV dengan asumsi
discount rate menggunakan
cost of equity sebesar 21,31%, menunjukkan NPV positif sekitar Rp 128,19 miliar. Sementara berdasarkan pengujian atas proyeksi keuangan selama 25 tahun,
profitability index (PI) dengan
discount rate 21,31% menunjukkan nilai 1,6888, atau lebih besar dari 1. Dengan demikian proyek ini dalam kondisi layak.
Editor: Tendi Mahadi