Aset Dana Pensiun Masih Tumbuh di Tengah Tingginya Kasus PHK



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah tingginya kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan pada aset dana pensiun yaitu 9,07% secara year on year (YoY) pada Agustus 2024.

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), sebanyak 46.240 pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) pada periode Januari 2024 hingga Agustus 2024.

Sedangkan OJK mencatat total aset dana pensiun di Indonesia meningkat sebesar 9,07% secara YoY menjadi Rp 1.485.43 triliun pada Agustus 2024. 


Baca Juga: OJK Sahkan Pendirian Dana Pensiun Lembaga Keuangan IFG Life

Dari total aset tersebut, program pensiun wajib meningkat 10,60% secara YoY menjadi senilai Rp 1.106,97 triliun. Sementara program sukarela juga meningkat menjadi senilai Rp 378,45 triliun atau tumbuh sebesar 4,83% YoY.

Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Syarif Yunus melihat, ada kemungkinan bahwa pekerja yang terkena PHK bukan termasuk peserta dana pensiun, apalagi saat ini ada kepesertaan dana pensiun baru.

"Bisa jadi, pekerja yang terkena PHK bukan peserta dana pensiun jadi tidak berdampak, ditambah memang adanya kepesertaan dana pensiun baru," kata Syarif kepada Kontan, Jumat (4/10).

Khusus di DPLK, per Juni 2024 total aset mencapai Rp 13 triliun, angka ini meningkat 9% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Baca Juga: Dana Pensiun BCA Catat Peningkatan Aset Per Juli 2024

Ke depannya, Syarif menilai aset dana pensiun masih terus meningkat, salah satunya karena penempatan investasi di obligasi pemerintah atau Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang masih kompetitif.

Direktur Utama Dana Pensiun BCA Budi Sutrisno menjelaskan, hasil investasi menjadi salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap kenaikan aset program pensiun sukarela maupun program wajib.

Per Juli 2024, program wajib dapen BCA tumbuh sebesar 5,40% secara YoY menjadi Rp 1.038,15 triliun. Sementara program sukarela juga tumbuh 4,16% secara YoY menjadi senilai Rp 375,07 triliun.

"Pengelola program pensiun menempatkan portofolio dalam instrumen yang relatif stabil dan berpotensi menghasilkan imbal hasil tinggi, seperti SBN, obligasi, dan saham," kata Budi kepada Kontan, Jumat (4/10).

Editor: Noverius Laoli