KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Kesepakatan antara Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi terkait penghentian misi tempur AS di Irak akhirnya tercapai pada Senin (26/7). Belakangan, Kadhimii menghadapi tekanan yang semakin berat dari partai-partai dan kelompok paramiliter yang bersekutu dengan Iran yang menentang peran militer AS di negara itu. Biden dan Kadhimi bertemu di Ruang Oval Gedung Putih untuk pembicaraan tatap muka pertama mereka sebagai bagian dari dialog strategis antara Amerika Serikat dan Irak.
"Peran kami di Irak akan tetap ada, untuk melatih, melayani, membantu, dan menangani ISIS saat mereka muncul. Tapi, kami tidak akan ada lagi dalam misi tempur pada akhir tahun," ungkap Biden, seperti dikutip Reuters. Saat ini ada sekitar 2.500 tentara AS yang masih bersiaga di Irak untuk melawan sisa-sisa militan ISIS. Setelah akhir tahun, peran militer AS di Irak akan beralih sepenuhnya ke sektor pelatihan dan bantuan. Baca Juga: Ini kekhawatiran Kongres AS bila serangan militer AS dan milisi Iran meningkat Bagi Biden, ini merupakan kebijakan pertahanan dan keamanan luar negeri terbesar kedua yang diambilnya setelah memutuskan untuk menarik seluruh pasukan dari Afghanistan. Misi tempur AS di Irak dimulai pada Maret 2003. Saat itu AS, di bawah pemerintahan George W. Bush, menuduh pemimpin Irak saat itu Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal.