Kematian massal akibat corona bisa terjadi di Indonesia, jika...



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. World Health Organization (WHO) mengimbau swarga dunia untuk melakukan physical distancing. Hal ini bertujuan untuk memutus mata rantai virus corona yang hanya bisa hidup jika memiliki inang (manusia). Namun banyak orang tak mengindahkan physical distancing bahkan masih melakukan aktivitas seperti biasa.

Padahal, hal ini sangat penting untuk mencegah terjadinya kematian massal bahkan hilangnya sebuah generasi. Pada kenyataannya, Covid-19 bisa berakibat fatal pada usia produktif. Di Amerika Serikat, Kanada, dan Eropa, 60% pasien Covid-19 masuk dalam kelompok produktif.

Kelompok ini juga tidak terlepas dari risiko kemungkinan perburukan yaitu ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome). Hal ini juga berkaitan dengan teori Herd Immunity, yaitu membiarkan imunitas alami tubuh hingga terbentuk daya tahan terhadap virus. Sehingga, penyebaran virus diharapkan reda dengan sendirinya.


Baca Juga: WHO sebut perokok miliki risiko lebih tinggi tertular corona, berikut penjelasannya

Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Dr dr Sally A Nasution, SpPd, K-KV, FINASIM, FACP.

“Pada kondisi terinfeksi virus, tubuh kita otomatis membentuk antibodi. Siapa yang akan membentuk antibodi? Yaitu orang-orang yang imunitasnya baik, pada usia produktif sekitar 18-50 tahun,” tutur Sally kepada Kompas.com, Selasa (31/3/2020).

Namun, tak semua orang produktif memiliki imunitas yang baik. Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak nomor 4 di dunia memiliki jumlah usia produktif 64% dan lansia 9,6%. Ditambah banyaknya penyakit penyerta yaitu kardivaskular 1,5%, diabetes 10,9%, penyakit paru kronis 3,7%, hipertensi 34%, kanker 1,8% per 1 juta penduduk, dan penyakit autoimun sebesar 3%.

Baca Juga: WHO: Pandemi virus corona di Asia masih jauh dari selesai

“Jika usia produktif saja memiliki imunitas yang baik, jumlah populasi yang berisiko terkena infeksi melalui Herd Immunity akan berjumlah fantastis,” lanjutnya.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie