KPK memberi perhatian khusus terkait izin luas wilayah pertambangan batubara
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menaruh perhatian khusus terhadap persoalan luas wilayah pertambangan dalam perizinan usaha batubara. Bahkan, persoalan luas wilayah ini menjadi penjegal terbitnya perpanjangan izin PT Tanito Harum. Pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi pertama yang kontraknya habis pada 14 Januari 2019 itu harusnya menjadi PKP2B pertama yang berubah status menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) setelah mengantongi perpanjangan izin dari Kementerian ESDM. Namun, perizinan itu dibatalkan, lantaran KPK mengirimkan surat kepada Presiden RI pada 31 Mei 2019. Kepada KONTAN, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengungkapkan bahwa pihaknya memperingatkan Presiden dan Kementerian terkait agar memperhatikan batas luas wilayah pada perusahaan batubara yang nantinya memegang status IUPK supaya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 atau UU Mineral dan Batubara (Minerba). Baca Juga: Harga emas naik 11,98%, United Tractors (UNTR): Kami akan terus diversifikasi usaha Menurut Pahala, peringatan atas batas luas wilayah tambang tersebut menyangkut perpanjangan izin PT Tanito Harum yang saat itu sudah diterbitkan Kementerian ESDM, maupun untuk revisi keenam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba yang ketika itu sudah siap ditanda tangani oleh Presiden. KPK menilai, revisi PP tersebut harus merujuk pada Pasal 62 dan Pasal 83 huruf (d) UU Minerba mengenai luas satu wilayah operasi produksi pertambangan/khusus batubara, paling banyak 15.000 hektare. "Problemnya ini kan luas lahan. Jadi perpanjangan (izin) boleh, tapi luasannya mesti menurut UU, izin usaha kan 15.000 hektare, tapi nggak bisa luas lahannya sama (seperti luas wilayah tambang eksisting)," kata Pahala kepada Kontan.co.id, Sabtu (3/8) malam. Baca Juga: Kinerja keuangan di sektor perbankan mengkilau, batubara dan pertanian tertekan Alhasil, revisi keenam PP 23/2010 itu pun terganjal, dan penerbitan perpanjangan izin PT Tanito Harum dibatalkan lantaran luas wilayahnya tidak mengalami penciutan sesuai batasan dalam UU Minerba. Di sisi lain, selain revisi PP 23/2010 yang dilakukan pemerintah, DPR pun sudah menginisiasi revisi UU Minerba. Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan Pasaribu mengungkapkan, inisiatif tersebut sudah dibahas sejak tahun 2017 dan ditetapkan menjadi draft pada 10 April 2018. Namun, proses itu terhambat lantaran pemerintah tak kunjung merespon dengan memberikan Daftar Investarisir Masalah (DIM). Baru pada 18 Juli lalu, pemerintah dan DPR mulai mengadakan Rapat Kerja Pengantar Musyawarah Pembukaan Pembicaraan Tingkat I untuk membahas revisi tersebut. Editor: Handoyo .