Perlambatan ekonomi membuat loan at risk perbankan terus menanjak



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam era restrukturisasi kredit terkait pandemi Covid-19, bukan hanya rasio non performing loan (NPL) saja yang harus diwaspadai melainkan rasio loan at risk (LAR). Sebab, menurut Ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Ryan Kiryanto, sangat dimungkinkan NPL perbankan di tahun ini akan tetap di bawah 5%.

Baca Juga: Mandiri Capital tengah kumpulkan dana US$ 100 juta untuk ekspansi

Hal ini lantaran sejalan dengan Peraturan OJK (POJK) Nomor 11 tahun 2020, perbankan memang diberikan kewenangan untuk tidak membentuk pencadangan terkait kredit yang direstrukturisasi, sekaligus status kredit yang direstrukturisasi boleh ditetapkan dalam status lancar. 

"Jadi saat ini yang perlu diperhatikan dan diwaspadai adalah credit at risk atau loan at risk-nya, yaitu kolektibilitas 2 dan seterusnya," ungkapnya dalam videoconference di Jakarta, Selasa (23/6).

Memang, merujuk pada data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) per April 2020 loan at risk secara industri telah mencapai level tertinggi sejak tahun 2013 yakni 14,8%. Meningkat pesat dari periode bulan Maret 2020 yang sudah menembus 11,4%.

Kalau diperinci, sejatinya LAR tertinggi bersumber di BUKU IV yang sudah menyentuh 16,36% hingga April 2020. Tetapi, pada saat yang sama BUKU I, II dan III juga mencatat LAR tinggi masing-masing 12,54%, 11,92% dan 13,4%. 

Baca Juga: Menkeu tempatkan Rp 30 triliun ke bank Himbara untuk percepatan pemulihan ekonomi

"Perlu diwaspadai credit risk ini yang kolektibilitas 2, 3, 4 dan 5 ditambah restrukturisasi dari kolektibilitas 2 menjadi kolektibiltias 1, peningkatan ini didorong oleh credit at risk bank besar, dibandingkan bulan Maret peningkatannya cukup tajam," terang Iman Gunadi, Direktur Group Surveilans dan Stabilitas Sistem Keuangan LPS.

Editor: Tendi Mahadi