Simpang siur korupsi rumah sakit sumber waras



JAKARTA. Perkara dugaan korupsi pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemda DKI Jakarta masih simpang siur. Pasalnya, saat ini, hasil audit investigasi Badan Pengawasan Keuangan (BPK) diragukan keabsahannya.

Asal tahu saja, dalam laporan audit investigasi yang diserahkan akhir tahun 2015 lalu ke KPK, ditemukan enam poin kesalahan yang dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta. Yaitu proses perencanaan, penganggaran, penyusunan tim pembelian tanah, penetapan lokasi, pembentukan harga, dan penyerahan hasil pengadaan tanah. Dengan adanya kesalahan tersebut, transaksi lahan itu diduga menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 191 miliar.

Febri Hendry Kepala Bagian Investigasi Indonesia Corupptions Wacth (ICW) mengaku tiga poin dari enam poin kesalahan yang telah disebutkan BPK kabur. Beberapa diantaranya poin penunjukkan lokasi.


Febri menjelaskan, untuk poin tersebut BPK mengacu pada Undang-Undang no 2 tahun 2012 dan pasal 2,5,6, dan 7 Perpres 71 tahun 2012. Untuk hal ini, BPK seharusnya mengacu juga pada pasal 121 Perpres 40 tahun 2014.

"Bila menggunakan pasal tersebut, maka tidak muncul kesalahan seperti studi kelayakan yang tidak wajib dilakukan," katanya pada KONTAN, Senin (18/4).

Selain itu, BPK seharusnya menghitung nilai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Rumah Sakit Sumber Waras dengan nilai NJOP tahun 2014 bukan tahun 2013.

Di sisi lainnya, Febri mengaku bila ICW merasa ada kejanggalan dalam pembelihan lahan tersebut yaitu transaksi yang dilakukan pada akhir tahun 2015. Meski begitu, ICW mengaku hingga saat ini mereka belum dapat menyimpulkan indikasi korupsi pada pembelian lahan rumah sakit Sumber Waras.

"Berdasarkan dukumen yang dimiliki dan fakta yang diperoleh, kami berkesimpulan belum ada ditemukan indikasi korupsi," tambahnya.

Febri bilang, KPK bisa saja tetap memanggil sejumlah pihak untuk membuktikan perkara tersebut masuk dalam korupsi atau tidak.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie