Suplai bijih nikel berlebih, Kementerian ESDM yakin serapan bakal seimbang pada 2022



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat produksi atau pasokan bijih nikel dalam negeri masih jauh lebih tinggi dibanding kapasitas input pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) yang saat ini ada di Indonesia.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan, hal itu terjadi lantaran masih banyak smelter nikel yang belum beroperasi. Dari target 29 smelter nikel hingga tahun 2022, baru ada 11 smelter yang beroperasi sedangkan sisanya masih di tahap pembangunan.

Yunus memberikan gambaran, kapasitas input smelter yang ada di Indonesia mampu hanya mampu menyerap sekitar 30 juta ton bijih. Sedangkan kapasitas produksi bijih nikel bisa mencapai sekitar 60 juta ton dalam setahun.


Adapun, bijih nikel yang diserap rata-rata yang berkadar 1,8%, atau dengan pencampuran antara bijih nikel kadar rendah 1,5%-1,6% dengan yang memiliki kandungan 2%.

Baca Juga: Cegah transaksi di bawah HPM, pemerintah bentuk satgas awasi jual-beli bijih nikel

"Smelter ini bisa menyerap sampai sekitar 30 juta ton kapasitas inputnya. Kemudian produksi kita itu sekitar 60-an juta ton. Supply dan demand enggak seimbang? Memang kita sedang merencanakan pengembangan smelter berikutnya," kata Yunus dalam konferensi pers virtual yang digelar Senin (20/7).

Menurutnya, target pembangunan smelter hingga tahun 2022 bakal menambah kapasitas input, sehingga pengolahan bijih nikel bisa tertampung di dalam negeri. Termasuk dengan smelter yang dapat mengolah bijih nikel kadar rendah dengan kandungan 1,5%.

Yunus bilang, bijih nikel kadar rendah itu bakal diolah dengan menggunakan teknologi hidrometalurgi alias HPAL. Smelter ini lah yang nantinya akan mengolah bijih menjadi nikel sulfat dan kobalt sulfat.

"Sekarang perkembangannya cukup lumayan, progresnya ada yang 40% sekian," ungkapnya.

Kata dia, jika smelter-smelter tersebut bisa beroperasi pada tahun 2022, maka akan ada tambahan kapasitas input sekitar 29 juta ton. Jika ditotal dengan kapasitas yang ada sekarang, maka dapat menampung pasokan bijih nikel dari dalam negeri.

"Saya kira nanti keseimbangan akan terjadi ketika tahun 2022 antara produksi tambang dan kapasitas input daripada smelternya," sebut Yunus.

Dia mengatakan, hal ini juga yang menjadi pertimbangan pemerintah untuk mempercepat larangan ekspor bijih nikel kadar rendah yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2020 lalu. Dengan begitu, cadangan dan produksi bijih nikel bakal terjaga untuk mengantisipasi kebutuhan input smelter-smelter yang akan beroperasi pada tahun 2022.

"Jadi memang pemerintah melarang ekspor nikel dalam rangka mengantisipasi kapasitas smelter-smelter yang sedang dibangun," imbuh Yunus.

Baca Juga: Pengembangan empat smelter tak jelas, pemerintah rombak target capaian 2022

Editor: Khomarul Hidayat