Surplus APBN Berlangsung Lebih Lama, Ekonom Beberkan Penyebabnya



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga September 2023 masih mengalami surplus. Hal ini karena penerimaan negara masih lebih besar jika dibandingkan dengan realisasi belanja negara.

Analisi Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita menganalisa, surplus APBN berlangsung  lebih lama sebelum akhirnya mengalami defisit karena pemerintah, utamanya pemerintah daerah kurang optimal dalam melakukan realisasi belanjanya.

“Sebagaimana biasa terjadi selama ini, pemerintah berusaha mengedepankan pemasukan ketimbang belanja, sehingga defisit cenderung terjadi di bulan-bulan jelang akhir tahun,” tutur Ronny kepada Kontan.co.id, Senin (20/11).


Selain itu, alasan APBN mengalami surplus lebih lama karena pembiayaan utang biasanya dilakukan di awal dan dan pertengahan tengah, sehingga tambahan pemasukan negara diluar pajak cukup besar di awal tahun.

Baca Juga: Surplus Neraca Perdagangan Indonesia Cerminkan Daya Tahan di Tengah Risiko Global

Adapun Ronny memperkirakan, defisit APBN baru akan terjadi di kisaran bulan November dan Desember.

“November dan Desember ini akan mulai terlihat defisitnya. Karena secara akumulatif APBN kita didesain memang defisit. Jadi mau tak mau pada akhirnya akan defisit,” ungkapnya.

Dihubungi secara terpisah, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai, kondisi APBN mengalami surplus lebih lama karena anggaran belanja selalu menumpuk di kuartal IV.

“Ini merupakan pola yang terus berulang bertahun-tahun. Akibatnya daya dorong ke pertumbuhan ekonomi tidak maksimal, karena belanja dieksekusi di akhir tahun, multiplier effect jadi minim.” tutur Eko.

Eko berasumsi, jika belanja negara bisa dipercepat maka dampaknya ke pertumbuhan ekonomi domestik akan lebih terasa. Sementara itu, Eko memperkirakan defisit APBN pada akhir tahun 2023 akan mencapai di kisaran 2% dari PDB.

Untuk diketahui, Kementerian Keuangan saat ini tengah mempercepat realisasi belanja negara. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyampaikan, akan ada percepatan belanja negara pada Oktober hingga Desember, yang diperkirakan realisasinya akan sebesar Rp 1.155,7 triliun.

Baca Juga: Impor Turun, Bukan Tanda Pelemahan Aktivitas Domestik

Realisasi ini terdiri dari belanja pemerintah pusat yang belum disalurkan sebesar Rp 901,3 triliun, dan transfer ke daerah (TKD) Rp 263,6 triliun.

“Dua bulan kedepan ini akan ada realisasi belanja yang akan mencapai Rp 1.155,7 triliun. Ini karena untuk belanja pusat yang akan direalisasi baik untuk K/L maupun oleh bendahara umum akan mengalami puncaknya. Semua kontrak dan tagihan mulai dibayarkan,” tutur Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA, Rabu (25/10).

Dengan adanya realisasi belanja yang massif tersebut kemungkinan APBN akan segera mengalami defisit. 

Editor: Noverius Laoli